Review : Filosofi Kopi
- Dysan Ismi Aufar
- Apr 13, 2015
- 2 min read
Hidup itu manis manis pahit, ya....sama kayak kopi. Itu lah pesan yang bisa gue tangkep dari film Filosofi Kopi yang merupakan adaptasi dari cerpen karya tante Dewi Lestari. Film ini dapat dikatakan salah satu film lokal terbaik untuk tahun ini (diantara film-film lokal yang sudah rilis). Angga Sasongko dapat menggarap sebuah film yang artistik, penuh makna, simple, dan menyenangkan untuk diikuti, bahkan durasinya yang kurang lebih 2 jam seperti tak terasa.

Cerita pada film ini berfokus pada duo sahabat Ben (Chicco Jerikho), si barista handal, dan Jody (Rio Dewanto), si ahli bisnis, yang harus jatuh bangun berusaha mempertahankan eksistensi kedai kopi yang mereka kelola bersama dengan nama Filosofi Kopi yang tengah dililit hutang besar. Kesempatan datang saat salah seorang pengusaha besar datang memberi tantangan kepada Ben untuk membuat kopi terbaik dengan iming-iming uang sebesar 1 M. Seiring perjalanannya berusaha menciptakan racikan kopi terenak Ben dan Jody bertemu dengan banyak orang seperti El (Julie Estelle) yang merupakan seorang pecinta kopi yang sedang menulis buku tentang kopi dari berbagai penjuru dunia dan Pak Seno (Slamet Rahardjo) yang memperkenalkan Ben dan Jody pada kopi Tiwus, yang akan merubah hidup mereka.

P.S : Ben saat sedang berjibaku merancang racikan masterpiece-nya.
Kekuatan utama dalam film ini adalah bagaimana mas Angga dapat menghadirkan sebuah interaksi antar tokoh yang sangat alami dan fluid seperti yang tergambar dalam dialog-dialog yang terjadi dalam film yang dapat membuat penonton dapat menikmati film ini dari awal hingga akhir, meskipun memang ada beberapa adegan yang masih terkesan cheesy. Chemistry antara Chicco dan Rio yang memerankan dua tokoh utama dalam film ini pun tampak amat natural seolah mereka memang sudah berteman sedari kecil. Detail dari setting dalam film ini juga begitu artistik ditambah tone pengambilan gambar yang apik membuat mata tak bosan untuk terus menonton sampai habis.
Filosofi Kopi garapan mas Angga ini memang sangat kental nuansa realisnya, terutama dari segi pengambilan gambarnya yang sebagian besar (bahkan hampir seluruhnya) menggunakan teknik shaky cam. Namun pada beberapa adegan tertentu tingkat 'shake' dari kameranya cukup mengganggu terutama di scene-scene awal pada saat penonton belum membiasakan diri dengan style shaky cam yang digunakan pada film ini. Di samping itu juga terdapat beberapa scene yang terlampau banyak menjejali informasi yang tak ada pengaruh signifikan terhadap cerita utamanya.
Pada akhirnya, film ini adalah kualitas. Mengutip sebuah kalimat dari film ini, "Kopi yang enak akan menemukan penikmatnya", begitupun dengan film bagus yang akan dengan sendirinya menemukan penikmatnya seperti film Filosofi Kopi yang diracik oleh orang yang tepat dengan eksekusi yang baik pula. Sebuah film yang gue yakin pada akhir tahun ini pun akan tetap bertahan sebagai salah satu film lokal terbaik di tahun 2015.
RATING : 4 / 5
Commenti